Sabtu, 28 Desember 2013

Teruntuk rindu

Berhenti usik kalbu yang sudah lumayan tenang tanpa kedatanganmu.
Berhenti ganggu pikiranku dengan segala rayumu ingin cepat berujung temu.
Tuanmu sudah enggan.

Teguk langsung telan saja sendu itu.
Perihal pahit atau hambar memang wajar terasa begitu.
Berhenti main petak umpat di kepala.
Dengan segala ujar palsu, yang katanya sudah tak mau lagi menunggu.

Tabahlah kamu dalam pesakitanmu. Semoga segera bertemu Tuan baru.


Jakarta, 5 Juli 2013

Kamis, 26 Desember 2013

Bukan lagi jatuh

Cinta itu egois bukan? Aku tak mengiyakan ini karna setelahmu cintaku berhenti egois. Memlikimu yang kini kuanggap amat teregois. Kubuang jauh harap dan kukubur hidup-hidup banyak asa di halaman belakang. Berharap mereka tenang tak lagi gentayangan.
Cinta itu manis bukan? Aku tak mengiyakan ini karna setelahmu cintaku tak lagi manis. Semenjak kamu pergi tanpa selamat tinggal yang harinya kerap kali aku rayakan.
Cinta itu baik bukan? Aku tak mengiyakan ini karna setelahmu cintaku tak lagi baik. Banyak akibat yang entah apa sebabnya. Aku tahu Tuhan ciptakan semua bergandengan, setelah senang mungkin aku terbuang, setelah sedih mungkin aku menari lagi, setelah datang mungkin kamu pergi dan kadang bahkan berkali kepergiaan tak berpasangan dengan kepulangan. Mengulang hari perpisahan kita itu dulu jadi kebiasaanku, menghitung berapa hari kamu tak lagi di sisi.
Cinta itu menyenangkan bukan? Kali ini aku mengiyakan, cintamu memang menyenangkan meski terakhir kau gores beberapa pedih. Tetap menyenangkan.
Membolak-balik jam pasir, berkali, meski itu bukan pemberianmu atau punya kenang tentangmu pun. Kini aku seperti bagian kosong setelah butiran pasir itu terbalik, dan entah berapa lama waktu bagianku terisi lagi. Begitu kan cinta?
Aku tak pernah salahkan waktu, karna waktu bukan ibu yang mampu merawat luka lebam di dadaku.
Aku tak pernah salahkan Tuhan, karna Tuhan lebih tau dan paling tahu tentang dimana seharusnya keadaan.
Aku tak pernah salahkan cinta, karna cinta aku pernah mengenalmu.

Aku tak pernah salahkan kamu, karna kamu aku tahu bahwa hidupku bukan hanya untuk meratap tanpa berlalu. Karna kamu, aku tahu apa-apa saja hal tak baik yang harus aku tinggalkan bukan lupakan. Karna kamu, aku kini jadi perempuan baru yang akan jadi lebih baik untuk lelaki terbaikku.

Membiarkanmu

Aku membiarkanmu bahagia dengan seorang lain yang bukan aku.
Aku membiarkanmu menemukan seorang perempuan lain yang mampu tak sulut emosimu, yang mampu terus tetap betah bertahan dengan kepalamu yang berkali kuanggap lebih keras dari kepalaku. Yang pasti tetap itu bukan aku.
Aku membiarkanmu menggenggam genggaman lain yang bukan lagi genggamanku. Mengisi tiap sisi kosong di sela jemari yang tetap itu bukan jemariku.
Aku membiarkanmu mengulang lagi cerita cintamu dari awal dan kutahu itu bukan lagi jadi ceritaku. Merunut ulang rindu mulai lagi dari satu.
Aku membiarkanmu bersama seorang lain yang gemar merutukimu dengan ocehan sebal bahkan kesal yang mungkin suatu nanti akan kembali kau ulang karna merindu, dan pasti itu bukan aku.
Aku membiarkanmu kehujanan berdua dengan seorang lain yang pasti itu tetap bukan aku. Tak pedulikanmu kedinginan dengan tiap deruan air hujan yang tumpah, tak pedulikan perempuanmu yang kau beri perhatian hangat seperti dulu dan sekali lagi kupastikan itu bukan lagi denganku.
Hingga sampai satu nanti,
Aku tetap membiarkanmu jatuh. Merangkak seret langkah dengan suara parau yang memang berat atau sengaja kau berat-beratkan memanggil perempuanmu yang meninggalkanmu jauh. Kali ini sama seperti apa yang aku rasa dulu.
Hingga sampai entah kapan,
Aku tetap membiarkanmu merenung sendiri. Meninggalkan seorang perempuan yang amat mencintaimu. Membiarkannya begitu saja rapuh dan berkali bertahan karna benteng tegarnya runtuh sebab merindumu. Membiarkannya kehilangan rumah kedua yang dianggap nyaman setelah peluk kedua orang tuanya. Membiarkannya bangkit sendiri dengan abaikan tiap orang baru yang mau bantu berdiri. Sekarang ia sudah mampu bangkit lagi, bahkan tertawa, menertawakan keterpurukannya dulu sebab kehilanganmu. Meskipun entah berapa kali dia ucap bahwa ia baik-baik saja tanpamu, kali ini dia benar-benar baik adanya tanpa ada lagi cinta, untukmu. Aku.

Senin, 16 Desember 2013

Masih Sama

Aku menunduk. Tak menyeka airmata yang jatuh dari kantung mendung mataku lalu tergelantung di ujung hidungku. Aku terisak, menahan tangis agar tak seluruh pecah ruah. Tiap bulir airmata yang tumpah, di situ ada kerinduan yang tak bisa aku bantah.
Menyusuri tiap jalan yang selalu berhasil hadirkan kenang yang pernah ditorehkan, atau sekadar membaca kembali pesan singkatmu, atau tersesat dalam banyak ingatan yang penuh kamu. Bergandeng dengan rindu yang sesekali menggerutu minta dibunuh, agar berakhir setiap pesakitannya menunggu.
Aku bukan seorang yang kuat menahan cemburu, di persimpangan jalan lihat kamu menggandeng tangan Nonamu. Dulu ada jemariku di sela jemarimu, sekarang berubah tak lagi sesuai dengan cerita indahku. Kamu menemukan seorang yang jauh segala. Aku ini upik abu, yang berharap jadi Cinderela suatu waktu. Tapi kali ini tanpa sihir yang akan hilang tepat pukul dua belas malam.
Seandainya mencintai semudah tiup lilin di hari lahirku. Jauh-jauh hari sudah kulakukan sebelum merindu.
Aku menganggap ini jeda. Yang diberi Tuhan agar aku belajar menunggu dari kepergianmu. Entah ini jeda untuk apa, untuk mengantarkanmu kembali meski sekian lama pergi atau untuk mengantar seorang baru yang selama ini aku cari dalam diam beku.
Ah Tuhan, aku tak sekuat itu berlama-lama berdiam dengan cemburu sebagai teman sunyiku. Aku tak bisa lebih kuat menahan jatuhnya air mata melihat bahagianya tak lagi denganku. Seandainya hilang ingatan bisa memilih apa atau siapa saja yang ingin kulupakan, yaa seandainya saja.
Ah seandainya kamu tahu, kamu yang masih saja lupa jalan pulang. Kapan dalam dada jadi lapang? Tak ada rindu jalang atau kenangan yang lalu lalang. Tentang dua sosok pria yang satu pergi yang satu hilang.
Aku sedang berhenti melihat bahagiamu, meski sekadar dari lini masamu. Tak mau lagi-lagi dadaku dicibir oleh rindu basi. Aku benci. Menangis lagi terlalu pagi. Aku bosan. Mengurusi rindu sedini hari minta diurusi.
Tepat di angka tujuh belas, rinduku tewas.


Jakarta, 19 September 2013

Kamis, 12 Desember 2013

Aku lupa rasanya jatuh cinta

Aku lupa rasanya jatuh cinta. Sepeninggal sebuah rasa nyaman dan aman yang jadi satu dalam dada. Serasa sesak menyergap membunuh semua harap mentah-mentah, memaksa kutelan nyata bahwa ini hanya sekadar pernah ada.

Aku lupa rasanya jatuh cinta. Sepeninggal peluk paling hangat selepas hujan dingin akhir November kemarin.  Lenganmu tak lagi menyuruhku lelap pasrah ke dalamnya, kini hanya jadi sepasang hal yang aku rindu kedatangannya.

Aku lupa rasanya jatuh cinta. Sepeninggal senyummu berubah jadi semburat racun paling mematikan. Melihatnya pun mungkin sekarang aku tak mampu. Hatiku bukan sekadar perih hampir hancur lebih dari dua.

Aku lupa rasanya jatuh cinta. Sepeninggal kepalaku kehilangan dadamu. Dadaku kehilangan punggungmu. Tempatku pernah taruh dan sembunyikan doa dalam-dalam pada kebersamaan kita.

Aku lupa rasanya jatuh cinta. Sepeninggal lampu temaram kota yang iri dengan genggaman kita. Jalan lenggang yang tak ada lagi langkah kita. Sepasang mata penuh tatap bertabur cinta. Atau goresan tinta kisah paling manis berakhir miris.

Aku lupa rasanya jatuh cinta. Semenjak kantukku tak mudah datang, meski sudah seperempat malam kuangkat tangan rapalkan banyak doa, yang bohong tak ada namamu di setiap rapalnya. Bahkan beberapa derai airmata. Dadaku perih sakit meringis.

Aku lupa rasanya jatuh cinta. Sejak kakiku kehilangan arah. Sejak aku kehilangan rumah. Kamu rumahku, dan masih jadi tetap rumahku sampai saat ini. Tempat yang selalu kurindukan pulang, tempat aku hadiahi peluk dengan banyak rindu jalang.


Aku lupa rasanya jatuh cinta. Rasanya dijatuhi cintamu.

Rabu, 04 Desember 2013

Datang

Kalau kamu datang,
aku berjanji tidak akan bertanya kenapa baru sekarang.
Kalau kamu datang, aku berjanji tidak akan membuatmu berdiri
di depan pintu terlalu lama.
Kalau kamu datang, aku berjanji tidak akan bertanya,
hati mana saja yang sudah kau lewati untuk sampai di sini.
Karena dengan langkahmu, aku terbangun,
dari mati suri yang kunina-bobokan sendiri
kalau kamu datang, tolong jangan pergi.
aku lelah menjaga pintu.
Kalau kamu datang,
Aku berani sumpah, aku tenang.


Sadgenic, Rahne Putri

Kamis, 28 November 2013

Pernah sepagi ini kamu nomorduakan kantuk untuk mengantarku pulang.
Tanpa keluh lalu kecup dalam kenang yang masih belum juga hilang.
Atau membiarkan pagi meninggi sendiri, dengan kita yang masih terjaga dalam mimpi.
Terbangun dan masih temukan kamu di sisi.
Aku sedang rindu dengan dua tatap kita.
Dalam mataku penuh kamu, beriringan dengan banyak doa yang terpanjat di dada, semoga seterusnya.
Sampai tiba di perismpangan nyata, kamu pergi tanpa ucap selamat tinggal terakhir kali.
Jadi bayang lalu hilang.
Terhitung dari hari di mana kamu pergi, aku terbiasa nikmati pagi sendiri lalu lelap dalam malam teralun ninabobomu dalam mimpi.
Lagi-lagi Tuhan ingatkan kehilangan, beruntungnya bukan pisah alam.
Kamu hanya pergi bukan hilang.


23 Agustus 2013

Senin, 11 November 2013

Nyaris Lelah

Selamat pagi.
Kali ini aku dikagetkan oleh rindu lagi-lagi. Berkali ketuk jendela menanti dibuka dan dimanja lagi. maaf, kali ini tak banyak waktuku meladeni banyak keluhmu. Tuanmu mati, dan masih belum ada pengganti, sampai kini.
Kadang aku diam, diam-diam merindu rasanya jatuh hati. Pada jurang dalam yang ada pada mata seseorang, berkali terpingkal tapi masih saja ia jadi alasan bahagia.
Kadang aku gerah, gerah dengan segala cemburu yang api. Pada kisah barunya yang kukira lebih bahagia, berkali menangis bahkan rela rapuh tapi tetap saja mencinta.
“Cinta sialan” berkali aku teriaki cinta bahkan menghujat seenak jidat. Tapi tak pernah sekali, hati malah bilang “Kamu saja yang mau dibodoh-bodohi cinta” Aku tertawa.
Kunamai itu matanya, tempat segala senyum bahagiaku berpulang.
Kunamai itu peluknya, tempat segala resah hilang dan nyamanku datang.
Kunamai itu cinta, dia, tempat aku jatuhkan segala harap bahkan impiku banyak kurangkai.
Aku selalu semangati diri, mungkin bukan hari ini ia rela menjatuhkan hatinya lagi dan melangkah kembali. Akan datang suatu hari, ia terlihat amat lelah bahkan nyaris lemah menarik paksa langkah dengan sisa semangat yang ada, padaku, dijadikannya aku sebagai rumah. Bukan lagi tempat singgah.
Pada detik yang aku tunggu, dan pada detak yang aku rindu. Semoga harap yang sisa satu dalam saku, masih sanggup sampai nanti kamu kembali dan buka lengan untuk kedatangan tubuhku lalu siapi tempat di hati untuk kembali kutempati.

Entah pada angka berapa nanti tik-tok jam dinding yang membeku dingin, selembar dua lembar harap yang disapu angin. Entah pada angka berapa nanti aku menyerah, berlutut pasrah, aku berhenti menanti.

Rabu, 23 Oktober 2013

I Miss You, Ayah.

Tuhan,
Boleh aku katakan titip orang yang aku sayang di sana meski aku tahu itu milikMu?
Ini lebih perih, dari sekadar jemariku teriris pisau
Atau kakiku terantuk batu di perjalanan tadi
Lebih dari sakit, lebih dari sekadar nyeri. Aku kehilangan. Ayahku.

Ayah,
Ada satu kesah di dada kini, aku belum pernah kalahkan gengsi untuk buat guratan bibirku di keningmu semasa hidupmu
Ada satu keluh di dada kini, jantungku berdetak lebih cepat dari tik-tok arloji saat seorang anak berjalan mengandeng erat tangan ayahnya di hadapku
Dan, ada satu perih di hidupku kini, aku belum bahagiakan bahkan sampai sedetik sebelum kepergianmu
Ayah,
Semoga kamu telah bahagia atau pernah bahagia, beranakan aku dan beristri ibuku
Semoga peluhmu dulu terbayar lunas dengan harum surga kini di singgasanamu
Semoga semua letih yang pernah kau kunci simpan rapi di hatimu terganti dengan banyak tawa di surgaNya
Ayah,
Kamu mengingatku? Merindukanku pun?
Gadis kecilmu yang sekarang sudah remaja, mengenal dunia bahkan cinta
Gadis kecilmu yang dulu kamu ajarkan keras agar tak mudah tumpahkan airmata
Gadis kecilmu yang lincah berlari ke sana ke mari, jatuh, menangis, lalu kembali kau buat tertawa
Apa kau bangga di sana melihat gadis kecilmu sebentar lagi pakai toga di wisuda?
Ayah, gadis kecilmu masih mendamba seorang lelaki hebat sepertimu di masa depannya.

Tuhan, izinkan satu malaikatMu bacakan tulisan ini untuk ayahku.
Atau kalau tak sempat waktu, katakan saja padanya, aku merindu.

Terima kasih.

Senin, 14 Oktober 2013

To You, Imas Qomariah.

Tepat 21 tahun yang lalu,
Kamu hadir dari perih ibumu yang berbahagia
Abaikan berapa bulir peluh dan airmata yang tumpah
Hiraukan berapa kali rintih dan erangan sakit yang buncah
Demi satu nafas, nafasmu untuk hidup di dunia
Lupa kapan tanggal lahirnya tapi tidak lupa hari dimana kamu mulai berlari ...

Dear you, Imas Qomariah ...
Sahabat sekaligus partner terbaikku. Selamat berbahagia ...
Mengulang hari bahagiamu yang kutahu bukan untuk kali pertama
Hari ini, akan banyak semoga dan amin yang lahir
Dariku, mungkin hanya harap klise yang tiap tahun kuucap sama
Semoga kamu tetap bahagia hari ini, esok bahkan seterusnya
Semoga Tuhan lekas tukar kebaikan-kebaikanmu dengan kebahagiaanmu
Semoga banyak kata semoga hari ini yang cepat jadi nyata meski di lain hari
Seandainya ada kata harap yang satu tingkat lebih dari yang terbaik
Mungkin aku orang yang memanjatkannya pertama kali, untukmu
Maha amin untuk semua harapanmu. Amin.
The last, HAPPY BIRTHDAY TO YOU.
Tuhan memberkatimu. J


Senin, 16 September 2013

Aku Cemburu.

Aku kembali teringat tentang pertanyaanku di senja itu.
“Dia bagimu itu apa?” Kamu jawab “Segalanya”.
Ah kamu tahu ada yang sedang menancapkan belati tepat di jantungku,
mencabut nadi di tangan sebelah kiriku,
lalu ada cinta pun yang ikut menertawakanku.
Kamu segalanya bagiku. Namun tak begitu di nyatamu.
Aku patah hati lagi, berulang. Saat kamu jatuh hati pada orang seberuntung dia.
Aku cemburu.


Seandainya mencintai semudah tiup lilin di hari lahirku.
Aku sudah melakukannya jauh-jauh hari.
Mencintai kamu yang mencintaiku.
Tuhan belum izinkan aku kembali jatuhkan hati pada orang berbeda beberapa masa ini.
Masih dia yang jadi candu di tiap ingatan bahkan kujadikan alasan kuucap amin di sepertiga malam.
Sayang, pernyataanmu salah.
Dia tak merasa seberuntung itu memilikiku.
Apalagi dengan Nonanya sekarang, yang lebih segala.
Aku cemburu.

Minggu, 15 September 2013

Yang Tersisa Dari Kita - @aqmarinnaa

Yang tersisa dari kita? Hidangan-hidangan penuh gigil disantap oleh angin.
Yang tersisa dari kita? Jarum jam tertawa, rindu mogok bicara.
Yang tersisa dari kita? Lembar-lembar kertas ditinggalkan pena.
Yang tersisa dari kita? Anak-anak janji tutup usia sebelum menatap dunia.
Yang tersisa dari kita? Pelangi tujuh warna urung menjejak cakrawala.
Yang tersisa dari kita? Dinding-dinding kamar berwarna air mata.
Yang tersisa dari kita? Dua nama, satu pusara.
Yang tersisa dari kita? Jejak-jejak kelu tak sanggup melaju.
Yang tersisa dari kita? Sepintal doa tak bernama, hanyut, tak menemukan muara.
Yang tersisa dari kita? Purnama tanpa semesta.
Yang tersisa dari kita? Kepalaku hujan, dadaku hutan, tubuhku olehmu adalah pemakaman.
Yang tersisa dari kita? Endapan hitam robusta dan lagu cinta tanpa nada.
Yang tersisa dari kita? Karat-karat pada senar gitar tua.
Yang tersisa dari kita? Peluk yang tak bertatapan, kecup-kecup tanpa landasan.
Yang tersisa dari kita? Langkah-langkah berseberangan, perjalanan yang gagal diwujudkan.

@aqmarinnaa

Jumat, 13 September 2013

Kuharap, Kamu.

Kuharap kamu,
teman hidup yang temani aku berbagi kopi di awal hari,
teman hidup yang jadi alasan aku bangun pagi lebih dulu sebelum matahari untuk sarapan sedia di atas meja,
teman hidup yang beri aku kecup kening dalam hening pertama di awal pagiku,
teman hidup yang tak bosan ingatkan apa-apa saja yang sering aku lupa,
teman hidup yang tahu apa-apa saja sifat burukku dan tetap di sisi tak beranjak pergi apalagi meninggalkan,
teman hidup yang aku tunggu kepulangannya di ruang tamu,
teman hidup yang keringatnya gemar aku seka selepas bekerja seharian,
teman hidup yang beriku peluk lebih lama dari biasanya saat hari libur.

Kuharap kamu,
lelaki pertama yang aku lihat tiap pagi awal aku membuka mata,
lelaki pertama yang aku temukan masih lelap saat tak sengaja aku tergugah dari pejamku,
lelaki pertama yang aku temukan masih terjaga menjagaku saat panas tubuhku di atas seharusnya,

lelaki pertama yang aku lihat saat nanti terpejam tak bangun lagi.

Love You.

Yang Tersisa Dari Kita - @NDIGUN

Yang tersisa dari kita; sebuah potret warna-warni yang menerbitkan abu-abu tiap malam meninggi.
Yang tersisa dari kita; ciuman kedua yang duduk manis menanti pengabulan di ruang tunggu.
Yang tersisa dari kita; harap-harap yang tiarap dan menolak uluran tangan-tangan asing.
Yang tersisa dari kita; jalan lengang dan sepasang kaki kelelahan mengejar dirinya sendiri.
Yang tersisa dari kita; cangkir-cangkir kopi yang setia mengingatmu.
Yang tersisa dari kita; lantai dansa, dua pasang kaki, dan jarak yang malas kau hitung di antaranya.
Yang tersisa dari kita; selamat pagi yang menguap sebelum terucap.
Yang tersisa dari kita; rindu merembesi dinding dan malam dan doa yang purba dipukul angin.



@NDIGUN

Kamis, 12 September 2013

Kekasih Barumu Pernah (?)

Kekasih barumu pernah lebih dari 24 jam bersamamu?
Kekasih barumu pernah dengar detak jantungmu semalaman?
Kekasih barumu pernah rasakan perhatian lebihmu saat kehujanan jam 3 pagi-pagi buta?
Kekasih barumu pernah bertukar tawa berbagi cerita sampai kamu tertidur di sampingnya?
Kekasih barumu pernah temani dingin bengis malam berdua bersamamu, dengan bir dingin atau kopi panas?
Kekasih barumu pernah melihat kamu tertidur pulas sambil mendengar dengkurmu lalu menjadikan itu lagu terjaganya?
Kekasih barumu pernah melihatmu tertawa lepas bersama teman-temanmu dalam hatinya berkata “Aku mencintainya, Tuhan”?
Kekasih barumu pernah kesal dengan candamu tapi tetap ikut menertawakannya bersama?
Kekasih barumu pernah mengajakmu menjadi apa adanya kamu di depan teman-temannya?
Kekasih barumu pernah menangis di hadapanmu ceritakan keluhnya yang sama sekali belum ditumpahkan pada yang lain?
Kekasih barumu pernah benar-benar cemburu karna takut kehilanganmu?
Kekasih barumu pernah memelukmu erat lalu hatinya berkata “Aku ingin dia seterusnya, Tuhan”?
Kekasih barumu pernah menjadikanmu tempat pulang kedua setelah orang tuanya?
Kekasih barumu pernah menangis sambil berdoa di sepertiga malam dengan doa agar Tuhan senantiasa menjagamu?
Kekasih barumu pernah menjadikanmu nyaman kedua setelah dekap kedua orang tuanya?
Kekasih barumu pernah..... ah sudah, yang pasti ia tak mampu melebihi tabungan rinduku untukmu.
Kekasih barumu hanya mampu mencuri cintamu, bukan cerita aku dan kamu.
Aku memang berlebihan, hanya tanpamu saja aku kekurangan.

Tuan, tak akan kau temui lagi seorang yang lebih dulu menjadikanmu mimpi bahkan sebelum lelap. Selain aku. :)

Selasa, 27 Agustus 2013

Teruntuk, Kamu. (The Last)

Teruntuk, kamu.
Sudah berapa hari aku lupa menulis ini, melupakan lebih tepatnya. Tulisan yang bisa disebut juga Unsent Letter. Berlebihan memang. Apapun yang terlewat denganmu itu memang berlebihan bahagianya. Aku saja yang terlalu hebat mengingat, tiap detail kamu belum juga lepas. Apa-apa saja yang terlewat dan apa-apa saja yang tertinggal. Hatiku belum seutuhnya aku ambil sebelum pergi. Mungkin sudah kamu taruh gudang atau malah sudah kamu buang?
Ah, harusnya Tuhan beri penyakit baru, alergi kenangan padaku. Tuhan tak menciptakan penyakit tanpa penyembuhnya bukan? Kalau-kalau saja ada penyakit seperti itu, sudah aku tenggak habis obatnya. Bukan lagi kenyataan pahit yang aku telan bulat-bulat.
Aku lupa lagi menanyakan apa kabarmu hari ini. Hey, apa kabar? Pasti baik-baik saja apalagi sekarang dengan cinta barumu. Belum habis doa yang terlantun dalam heningku untukmu. Untung Tuhan tidak pilih kasih, aku memang buat seorang yang taat ibadah tapi aku yakin Tuhan tak tuli meskipun hanya samar-samar doaku terdengar. Aku sedang menunggu Tuhan bosan mendengar doaku untukmu yang itu-itu saja, lalu sebut Amin dan terkabul! AMIN.
Menghapus doa agar kamu dengannya tak lama itu kurasa lebih mudah daripada menjadikan nyata doaku agar kamu mencintaiku lebih lama. Jadi pendoa yang setia itu masih jadi kebiasaanku, merindu pun. Aku bosan mengingat, kamu yang lagi-lagi teringat. Cara kamu tersenyum, belum kutemui lagi setelahmu senyum semanis itu. Caramu tertawa, belum kutemui lagi yang seriang itu sehabis kamu. Caramu bercerita, apalagi perihal ceritamu aku rindu mendengarkan. Sekarang siapa yang kamu ceritakan kesehariaanmu atau bahkan cerita di masa lalumu? Ah sudah tak penting siapa, yang pasti siapapun dia aku cemburu, seorang yang mampu sedekat itu denganmu. Bahkan caramu menyetir, ah aku ingat liburan itu, lebih dari 24 jam bersamamu, menyenangkan. Caramu menjaga, caramu memeluk, caramu buat nyaman, ah semuanya yang ada padamu itu aku rindu.
Aku terlalu banyak mengingat sehingga ada saja yang terlupa. Kata-kata mereka yang menyuruhku Move On. Aku sudah menemukan cara jitu untuk melupakanmu yaitu dengan tidak mencari cara untuk melupakanmu. Aku biarkan saja rindu ini lahir, tetap aku jahit tiap doa baik untukmu sampai akhir. Tak peduli dengan perkara nanti akan jadi apa atau seperti apa, setidaknya Tuhan tahu semua yang terbaik untukku. Aku hanya ingin kamu kembali lagi sewaktu-waktu, tak munafik itu inginku. Meski bukan untuk mengulang semua yang pernah ada tapi untuk memulai dari awal lagi.

Aku hanya menganggap kamu pergi bukan hilang.

Sabtu, 24 Agustus 2013

I'm Fine


I'm a Strong Girl who keeps her stuff in line.
Even when I have tears going down on my face.
I always manage to say those two words "I'm Fine" :)

Teruntuk, Kamu. (Part IV)

Teruntuk, kamu.
Aku kembali kehabisan aksara untuk melanjutkan apa saja yang ingin aku tumpahkan dalam kata. Segala kamu dalam semestaku, berapa kali kamu ambil andil dalam bahagiaku dan berapa kali aku menangis karna terlalu merindumu.
Aku memilih pasrah ketika Tuhan menakdirkan bukan aku yang ada di masa depanmu. Meski terdengar perih, rindu yang masih mengisak lirih. Tangisnya goyahkan lagi tegar yang aku titi terhitung dari hari dimana kamu pergi.
Sejak kapan aku tak menyukai senja? Meski tak kutemukan lagi kamu setelahnya. Melewati senja dengan isi kepala yang itu-itu saja. Satu nama dalam tiap doa sama yang terpanjat. Aku benci dengan rindu yang konon jadi penjahat, penjahat ingatan. Bukan satu atau dua kamu dalam kepala, ribuan.
Kuteguk habis bir yang tak lagi dingin. Pahit getir. Kurasa tak sebanding dengan apa yang hatiku rasa saat melihatmu dengan cinta baru. Coba sesekali lakukan perjalanan, biarkan kepalamu lelap dalam ingatan-ingatan, tentang cinta yang kamu anggap akan berbuah jadi sesuatu padahal apa yang kamu rasa itu sama dengan dahulu hanya beda dengan siapa kamu merengkuh. Atau senyum dulu yang kamu anggap paling indah padahal sama dengan yang lainnya, sekedar lesungkan bibir, hanya saja otakmu yang teracuni cinta. Selalu ada awal untuk segala, begitu juga dengan patah hatimu di masalalu, kamu anggap terperih tapi kamu tak jera ulang rasanya jatuh hati sekali lagi bahkan lagi-lagi. Harapmu pasti sama dengan isi kepalaku saat memulai semua; tak lagi jatuh dan mau cinta baru ini tak lagi sama dengan yang kemarin.
Aku terlalu terburu-buru artikan semuanya itu bukan cinta semu, dengan keyakinan bahwa masa ini cintaku akan lebih baik. Aku salah, jauh terlampau salah. Saat terakhir lihat kamu tanpa ucap selamat tinggal, jadi bayang lalu hilang.
Kenyataan pahit yang harus lagi-lagi aku teguk, sendu yang entah sudah berapa kali harus aku kecap. Terlebih berapa kali airmata pecah buncah di wajah karna kantung mendung di bawah mataku tak lagi mampu menjaga agar tak lagi-lagi tumpah.

Sesekali aku mampu tersenyum hanya mampu dari sini saja lihat wajah dari monitor kaca. Dahulu yang indah tanpa pikirkan akhir yang entah. Seperti hari ini, dingin pagi yang aku lewati sendiri, nanti juga berakhir dengan pekat malam yang paling sunyi biarkan raga terlelap dalam alunan ninabobomu dalam imaji.

Kamis, 15 Agustus 2013

15 Agustus 2013, Happy Birthday Reza.

Teruntuk, kamu.
Bulan Agustus. Tepat tanggal 15, mengulang hari lahirmu. Selamat berulang tahun. Selamat berkurang umur. Dan selamat berbahagia. “Happy birthday to you. Be good be better, nothing but the best for you. Maha amin untuk semua harapannya. God Bless You”.
I miss you so much.
Entah sampai detik terakhir hari ulang tahunmu, aku masih belum punya berani lebih mengatakannya langsung padamu. Aku takut mengganggu bahagiamu, terlebih aku takut kamu makin menjauh. Makin jauh. Maaf aku tak bisa membalas apa yang kamu beri di hari ulang tahunku kemarin, kejutan kecil. Doaku tak pernah lepas darimu sejak awal kita saling mengenal, sampai saat ini. Bahagia selalu ada padamu. Amin.
            Banyak doa dalam pekat dingin bengis malam ini, terlebih tentang apa-apa yang jadi bahagiamu. Aku berusaha itu pun jadi bahagiaku. Apapun itu. Semoga.
            Semoga Tuhan menyertaimu, kapanpun dan dimanapun. Semoga Tuhan jaga tiap langkah dan perjalananmu. Semoga Tuhan beri apa-apa yang terbaik untukmu. Semoga Tuhan hapus beberapa tangis dan sendu di sesekali harimu, ubah jadi lesung senyum dan tawa paling indah yang pernah aku jumpa. Semoga Tuhan bahagiakanmu dengan siapapun kamu di sana. Semoga Tuhan bahagiakanmu dunia dan akhirat. Tuhan memberkatimu.
            Terakhir, kalau-kalau Tuhan sempat sampaikan bahwa aku sangat merindukanmu. Amat merindumu. Masih namamu yang aku sebut dalam doa panjang tiap malam, terkhusus untuk malam ini maha Amin yang pecah dalam airmata. Maha amin untuk tiap doa baik.

            Sekali lagi. Selamat ulang tahun, za. Miss you so much.

Rabu, 07 Agustus 2013

Teruntuk, Kamu (Part III)

Seandainya cinta tak datang lebih dulu, mungkin tak akan sesendu ini tanpamu. Hanya mampu lipat rindu taruh dalam lemari, lalu sebagian lagi aku kemasi rapi dalam peti sebelum dikremasi.
Seandainya kamu datang tanpa pesonamu dulu, mungkin hati tak akan selebam ini. Menahan sakit merindu sesekali ngilu. Bukan haru biru, tanpa haru tinggal biru.
Seandainya kita tak ditakdirkan bertemu. Mungkin kini di sepanjang hari tak aku dalami rutinitas merindumu. Dadaku tak terisi kepulan rindu, lapang. Tak ladeni ocehan-ocehan rindu jalang. Tak lagi menunggu kamu pulang, duduk terpaku di depan pintu.
Termangu aku menopang dagu menunggu, kepalaku berat penuh kamu. Tak jauh beda dengan hatiku, sesak dikerubuti rindu keparat. Sumpahku mereka mati satu persatu, sekarat. Seharusnya ku siapkan belati sebelum mereka hadir lebih banyak lagi.
Bersahabat dengan dingin bengis, memeluk diri sendiri lalu terbiasa menikmati sendu. Ingat sebidang dada, tempat aku dulu pernah rebahkan kepala, lupakan beberapa resah, lepas lalu tertawa. Ingat sepasang lengan, yang dulu tak bosan menguatkan. Ingat seruas kecup di kening, sesekali di tengkukku, yakinkan dulu di setiap nafasmu pun kamu menyayangiku. Dulu tak sesesak ini kalau rindu sedang bertamu. Sebelum semuanya berubah.

Sedang ada kisah baru yang kini kamu jalani. Dengan pilihanmu di sana. Aku patah hati lagi, pada satu lelaki yang dulu buatku berulang jatuh hati. Aku tak benar-benar meninggalkan, perhatikanmu dari lain sisi, berharap salah satu doa baikku terkabul hari ini. Aku bahagia dengan bahagiamu. Akan datang suatu masa, aku berhenti perhatikanmu dari sisi ini, menoleh ke lain arah berjalan menjauh membelakangi.

Selasa, 06 Agustus 2013

Teruntuk, Kamu. (Part II)

Ingatanku sudah jengah hadirkan kembali semua kenangan dulu. Isi kepalaku pun, sudah hampir bosan teringat apa-apa saja tentangmu. Tapi tak pernah berhenti mereka putar kembali semua memori yang ada kamu.
Terlepas dari aku yang masih merindu, mungkin di sana sekedar ingat pun kamu enggan. Ada satu malam, bulan berbisik padaku dia menanyakan kemana perginya Tuan yang aku cinta yang dulu sering aku ceritakan padanya. Aku hanya menjawab kalau Tuan itu sedang berlayar lalu mati tenggelam. Tuannya itu kamu. Aku harap itu segera jadi kenyataan, kamu lekas pergi jauh dari ingatan. Semoga. Amin.
Redam perlahan rindu yang menggebu, usap dada cemburu agar reda tak lagi memburu. Boleh sebentar aku lihat dan masuk ke pedalaman hatimu, cari makam cintaku dulu, ingin kembali aku ziarahi tanpa sendu. Akan aku bawa beberapa kamboja bersama beberapa doa baru yang akan aku eja. Tak lupa bawa mawar, mengenang dulu cintaku mati kehabisan penawar.
Selasar demi selasar teras aku temui beberapa anak rindu hampir mati lemas. Anak rindu mana yang mampu terus menahan. Menunggu Tuannya datang lagi beri rengkuhan. Sebagian anak rindu memilih bunuh diri berdiri di bawah hujan menangis tapi tak mengais. Memilih lebih rela dulu mati kedinginan dalam pekat yang dibawa malam.
Boleh kusebut ini sebagian puisiku, puisi patah hatiku. Pernah karna kedatanganmu puisi patah hatiku temui jalan buntu. Dibutakan cinta baru, cintamu katanya. Serpihan hati yang aku susun kembali hati-hati, kutitipkan padamu. Malah kamu kembalikan tak utuh lagi, berserakan.
Mungkin cintaku salah alamat, esok hari akan aku jemput dengan keranda mayat. Karna aku yakin ia tak mungkin ku temui selamat. Tuhan tiupkan nyawanya itu kamu. Lalu kamu pergi, bagaimana dia mampu lagi untuk bertumpu?
Mungkin rinduku salah tujuan, esok hari akan aku jemput ketika hujan. Karna aku ingin samarkan tangisnya di balik hujan. Tuan yang pertama kali ia lihat itu kamu. Lalu terpisahkan, bagaimana dia mampu tersenyum tulus tanpa beban?

            Pikiranku sudah kelelahan, menghitung seberapa jauh jarak yang buat kita tak lagi berjumpa. Atau menghitung seberapa lama waktu kita tak saling menyapa. Apalagi hati, simpan rapat-rapat tangis dalam peti, rawat baik-baik rindu dalam laci. Satu lagi harap baru, datang satu hari dimana hati tak lagi merindu. Lalu kepala yang mulai melupa, pudarkan satu-satu ingatan bahkan namamu dalam setiap rapalan doa. Semoga.


Rabu, 7 Agustus 2013

Teruntuk, Kamu.

Kamu yang sudah bahagia. Kamu yang sudah temukan pasangan barumu. Aku masih saja berkutat dengan ingatan kita dulu, keparatnya rinduku masih belum juga berjumpa temu. Kamu lihat airmataku? Kamu tahu aku merindu?
Aku saja yang terlalu banyak merajut banyak asa dalam anganku. Jahit beberapa ingin dalam kalbuku. Aku hanya berharap Tuhan kabulkan semua pinta yang sudah lama berdiri. Tanpa harus ku hapus satu-satu dari awal lagi. Tapi Tuhan malah berkata bukan saat ini.
Lalu kapan Tuhan? Datangnya satu hari kita berdiri bersama. Satukan genggaman mulai saling membahagiakan diri. Aku berjanji kalau suatu nanti datang lagi hari ia ingin pergi, aku tak akan hanya berdiam diri lagi. Yakinkan satu persatu yang telah dititi. Ingatkan detik seperdetik waktu yang telah terlewati. Walau akan ada satu titik, aku harus berhenti.
Aku lelah. Banyak alasan yang menyuruhku menyerah. Aku hanya tahu caranya berpasrah. Bak air hujan yang ikhlas bertumpah jatuh ke tanah. Aku begitu, hanya mampu tundukkan kembali lalu berserah lagi. Peduli setan dengan kata-kata mereka menyuruhku usaikan di sini. Terlalu tinggi aku gantungkan harapku akanmu, terlalu banyak ingin dalam angan yang kutitipkan padamu.
Hati bahkan rindu, aku harap lekas mati layu. Hilang begitu saja, tak ingat lagi kamu. Atau berharap akan ada satu temu.
Langit-langit ruangku sedang adakan pertunjukan. Peran bahkan dialognya persis seperti kita dulu. Langit-langit Tuhan pun tak hadirkan bintang, walau hanya satu.  Tuhan lupa lagi belikan mainan baru. Rautnya terlihat sendu. Pun sama kurasa dengan hatiku. Tangis gugur satu persatu. Kuatku tak sama dengan yang kukira waktu itu.
Tuhan sudah kabulkan doaku “Semoga kamu bahagia di sana dengan siapapun pilihanmu”. Seharusnya Tuhan tahu bahwa aku tak setangguh itu. Tuhan mengajakku bercanda, buat lelucon aminkan lalu kabulkan ucapku yang satu itu.
Ajarkan aku caranya menyerah, Tuhan. Hilangkan angan yang sudah rapi kusimpan satu-satu. Lenyapkan ingin yang kuhidupi setiap satuan waktu. Terakhir, rapikan isi kepalaku yang semakin rancu.

Kuhapus harapku kemarin, rindu yang kuutus tuntun kamu agar cepat ingat jalan pulang. Kuenyahkan kata amin dalam doa temuku, meski sia-sia tulus yang datang dalam airmata yang pernah  berlinang. Pudar satu-satu lalu hilang.


Rabu, 7 Agustus 2013

Kamis, 25 Juli 2013

Ending

Sayang jalan gontai ketemu ego terus disapa,"Hey, gue pemenangnya. Tinggalin mereka dan jangan balik lagi".
Sayang sekedar ngelirik terus bilang,"Liat di belakang gue masih ada harapan, dia masih setia sama gue. Lu sendirian".
Ego jawab,"Halah cuma harapan? Liat wujud harapan lu aja samar". Sayang pergi sambil gandeng harapan yang pincang.

Di tempat lain, logika nasehatin hati,"Mau sampe kapan stuck di sini? Liat mereka yang mau jagain lu dan masih peduli sama lu".
Hati jawab,"Selama gue masih mampu begini gue nikmatin. Peduli setan sama semuanya". Logika bilang,"Lu udah cape tapi tetep maksain".

Sayang dateng sama harapan yang pincang terus genggam tangan hati,"Gue masih sama lu, kita sama-sama balik ke mereka".
Logika jawab,"Dari awal kalian itu kalah, liat ego masih erat dipeluk sama mereka".
Sayang, harapan pincang dan hati nangis,"Kita nyerah".

Logika senyum terus bilang sama sayang dan hati,"Kalian cari orang baru yang bisa ngehargaiin arti tulus kalian. Sekali lagi.". :)