Ingatanku
sudah jengah hadirkan kembali semua kenangan dulu. Isi kepalaku pun, sudah
hampir bosan teringat apa-apa saja tentangmu. Tapi tak pernah berhenti mereka
putar kembali semua memori yang ada kamu.
Terlepas
dari aku yang masih merindu, mungkin di sana sekedar ingat pun kamu enggan. Ada
satu malam, bulan berbisik padaku dia menanyakan kemana perginya Tuan yang aku
cinta yang dulu sering aku ceritakan padanya. Aku hanya menjawab kalau Tuan itu
sedang berlayar lalu mati tenggelam. Tuannya itu kamu. Aku harap itu segera
jadi kenyataan, kamu lekas pergi jauh dari ingatan. Semoga. Amin.
Redam
perlahan rindu yang menggebu, usap dada cemburu agar reda tak lagi memburu.
Boleh sebentar aku lihat dan masuk ke pedalaman hatimu, cari makam cintaku
dulu, ingin kembali aku ziarahi tanpa sendu. Akan aku bawa beberapa kamboja
bersama beberapa doa baru yang akan aku eja. Tak lupa bawa mawar, mengenang
dulu cintaku mati kehabisan penawar.
Selasar
demi selasar teras aku temui beberapa anak rindu hampir mati lemas. Anak rindu
mana yang mampu terus menahan. Menunggu Tuannya datang lagi beri rengkuhan.
Sebagian anak rindu memilih bunuh diri berdiri di bawah hujan menangis tapi tak
mengais. Memilih lebih rela dulu mati kedinginan dalam pekat yang dibawa malam.
Boleh
kusebut ini sebagian puisiku, puisi patah hatiku. Pernah karna kedatanganmu
puisi patah hatiku temui jalan buntu. Dibutakan cinta baru, cintamu katanya.
Serpihan hati yang aku susun kembali hati-hati, kutitipkan padamu. Malah kamu
kembalikan tak utuh lagi, berserakan.
Mungkin
cintaku salah alamat, esok hari akan aku jemput dengan keranda mayat. Karna aku
yakin ia tak mungkin ku temui selamat. Tuhan tiupkan nyawanya itu kamu. Lalu
kamu pergi, bagaimana dia mampu lagi untuk bertumpu?
Mungkin
rinduku salah tujuan, esok hari akan aku jemput ketika hujan. Karna aku ingin
samarkan tangisnya di balik hujan. Tuan yang pertama kali ia lihat itu kamu.
Lalu terpisahkan, bagaimana dia mampu tersenyum tulus tanpa beban?
Pikiranku sudah kelelahan, menghitung
seberapa jauh jarak yang buat kita tak lagi berjumpa. Atau menghitung seberapa
lama waktu kita tak saling menyapa. Apalagi hati, simpan rapat-rapat tangis
dalam peti, rawat baik-baik rindu dalam laci. Satu lagi harap baru, datang satu
hari dimana hati tak lagi merindu. Lalu kepala yang mulai melupa, pudarkan
satu-satu ingatan bahkan namamu dalam setiap rapalan doa. Semoga.
Rabu, 7 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar