Malas
sekali kalau tetiba ingatan tentang kau datang penuhi kepala. Penuh sekali
kalau tetiba ingatan tentang kau datang lalu lalang dalam pikiran.
Puan,
maaf kalau aku lancang menulis surat ini untukmu. Karna bukan sekali kau
datang hantui kepalaku, lebih menyebalkan dari nyamuk yang diam-diam menghisap
darahku. Kau lebih menyebalkan dari itu.
Entah
pahit atau manis kau pernah bersama, buat satu alur cerita. Entah sudah berapa
angan yang jadi sekadar ingin, sudah berapa rencana yang malah satu-satu jadi
wacana. Aku seharusnya tak peduli perkara itu. Tapi kali ini kau datang dalam
kepalaku tak tahu lewat mana membawa takut lebih dari dua. Kekhawatiran yang
tak masuk logika.
Puan,
kau pernah jadi satu-satunya perempuan yang dicintainya. Kau adalah cinta yang
baik-baik pernah dijaganya. Kau tahu bukan? Pasti tahu. Aku dahulu hanya ada
jadi selingan dalam cerita kalian, bukan, bukan sebagai perusak. Aku tak pernah
terfikir bahwa lelakimu sekarang malah jadi lelaki yang memang aku butuhkan,
yang paling aku cintai setelah ayahku.
Seharusnya
aku tak peduli perihal sesiapa di antara kalian yang putuskan untuk berhenti. Berhenti
menuliskan cerita indah dengan alur paling bahagia yang pernah ada. Seharusnya aku
malah ucap puji paling pujian untuk itu. Karna sebab itu aku dipersatukan
dengan lelakimu yang sekarang jadi lelakiku.
Puan,
ketahuilah, keberadaanmu yang jadi masa lalu lelakiku masih saja membuat
cemburu paling api. Kau sudah jadi perempuan yang lebih dulu memiliki peluk
yang jadi tempat paling tenang kesukaanku sekarang. Pernah semalaman suntuk kamu
datang bawa satu, dua bahkan lebih dari tiga ketakutanku akanmu, perihal kau
yang datang lagi bawa harap bahkan rencana yang pernah kalian susun bersama. Perihal
tawaran memilin bahagia lagi dari awal. Perihal janji yang pernah lelakiku ucap
padamu.
Kuberitahu
lagi padamu, Puan. Segala takut datang bukan karna mauku, tapi sebab
kecintaanku padanya. Segalamu pernah lebih dulu ada dalam semestanya. Kejutan di
hari ulang tahunnya, kecupan manis pada bibirnya, segala damai yang kau beri
dalam setiap pelukan. Kau lebih dulu, aku terlambat. Dan tentu saja aku
cemburu, perempuan paling cemburu padamu saat ini.
Puan,
segala harapku kini, semoga saja aku tak terlambat ada dalam rentetan masa
depannya. Semoga pun kau bahagia dengan semesta dan duniamu kini, tak lagi
datang dengan perkara-perkara yang kusebut tadi. Atau kalaupun kau datang, kau
datang untuk melihatku dengan lelakiku duduk dalam bahagia yang ranum, selama
dan seterusnya.
Puan,
maaf. Kalau-kalau kini aku sangat mengikat lelakimu yang kini jadi lelakiku. Aku
sangat mencintainya, sama cintanya dengan aku pada diriku sendiri.
Puan,
terima kasih pernah dan sudah menjaga lelakimu yang kini jadi lelakiku,
baik-baik dalam lembar lalumu.
Puan,
berbahagialah. Aku tak akan cemburu denganmu kalau kini kau dapati yang lebih
dari lelakimu yang kini jadi lelakiku. Karna sebagaimana ia saat ini, sudah dan
sangat cukup melengkapiku.
Tertanda,
Perempuan
yang Jadi Sekarang Lelakimu Dulu