Selasa, 27 Agustus 2013

Teruntuk, Kamu. (The Last)

Teruntuk, kamu.
Sudah berapa hari aku lupa menulis ini, melupakan lebih tepatnya. Tulisan yang bisa disebut juga Unsent Letter. Berlebihan memang. Apapun yang terlewat denganmu itu memang berlebihan bahagianya. Aku saja yang terlalu hebat mengingat, tiap detail kamu belum juga lepas. Apa-apa saja yang terlewat dan apa-apa saja yang tertinggal. Hatiku belum seutuhnya aku ambil sebelum pergi. Mungkin sudah kamu taruh gudang atau malah sudah kamu buang?
Ah, harusnya Tuhan beri penyakit baru, alergi kenangan padaku. Tuhan tak menciptakan penyakit tanpa penyembuhnya bukan? Kalau-kalau saja ada penyakit seperti itu, sudah aku tenggak habis obatnya. Bukan lagi kenyataan pahit yang aku telan bulat-bulat.
Aku lupa lagi menanyakan apa kabarmu hari ini. Hey, apa kabar? Pasti baik-baik saja apalagi sekarang dengan cinta barumu. Belum habis doa yang terlantun dalam heningku untukmu. Untung Tuhan tidak pilih kasih, aku memang buat seorang yang taat ibadah tapi aku yakin Tuhan tak tuli meskipun hanya samar-samar doaku terdengar. Aku sedang menunggu Tuhan bosan mendengar doaku untukmu yang itu-itu saja, lalu sebut Amin dan terkabul! AMIN.
Menghapus doa agar kamu dengannya tak lama itu kurasa lebih mudah daripada menjadikan nyata doaku agar kamu mencintaiku lebih lama. Jadi pendoa yang setia itu masih jadi kebiasaanku, merindu pun. Aku bosan mengingat, kamu yang lagi-lagi teringat. Cara kamu tersenyum, belum kutemui lagi setelahmu senyum semanis itu. Caramu tertawa, belum kutemui lagi yang seriang itu sehabis kamu. Caramu bercerita, apalagi perihal ceritamu aku rindu mendengarkan. Sekarang siapa yang kamu ceritakan kesehariaanmu atau bahkan cerita di masa lalumu? Ah sudah tak penting siapa, yang pasti siapapun dia aku cemburu, seorang yang mampu sedekat itu denganmu. Bahkan caramu menyetir, ah aku ingat liburan itu, lebih dari 24 jam bersamamu, menyenangkan. Caramu menjaga, caramu memeluk, caramu buat nyaman, ah semuanya yang ada padamu itu aku rindu.
Aku terlalu banyak mengingat sehingga ada saja yang terlupa. Kata-kata mereka yang menyuruhku Move On. Aku sudah menemukan cara jitu untuk melupakanmu yaitu dengan tidak mencari cara untuk melupakanmu. Aku biarkan saja rindu ini lahir, tetap aku jahit tiap doa baik untukmu sampai akhir. Tak peduli dengan perkara nanti akan jadi apa atau seperti apa, setidaknya Tuhan tahu semua yang terbaik untukku. Aku hanya ingin kamu kembali lagi sewaktu-waktu, tak munafik itu inginku. Meski bukan untuk mengulang semua yang pernah ada tapi untuk memulai dari awal lagi.

Aku hanya menganggap kamu pergi bukan hilang.

Sabtu, 24 Agustus 2013

I'm Fine


I'm a Strong Girl who keeps her stuff in line.
Even when I have tears going down on my face.
I always manage to say those two words "I'm Fine" :)

Teruntuk, Kamu. (Part IV)

Teruntuk, kamu.
Aku kembali kehabisan aksara untuk melanjutkan apa saja yang ingin aku tumpahkan dalam kata. Segala kamu dalam semestaku, berapa kali kamu ambil andil dalam bahagiaku dan berapa kali aku menangis karna terlalu merindumu.
Aku memilih pasrah ketika Tuhan menakdirkan bukan aku yang ada di masa depanmu. Meski terdengar perih, rindu yang masih mengisak lirih. Tangisnya goyahkan lagi tegar yang aku titi terhitung dari hari dimana kamu pergi.
Sejak kapan aku tak menyukai senja? Meski tak kutemukan lagi kamu setelahnya. Melewati senja dengan isi kepala yang itu-itu saja. Satu nama dalam tiap doa sama yang terpanjat. Aku benci dengan rindu yang konon jadi penjahat, penjahat ingatan. Bukan satu atau dua kamu dalam kepala, ribuan.
Kuteguk habis bir yang tak lagi dingin. Pahit getir. Kurasa tak sebanding dengan apa yang hatiku rasa saat melihatmu dengan cinta baru. Coba sesekali lakukan perjalanan, biarkan kepalamu lelap dalam ingatan-ingatan, tentang cinta yang kamu anggap akan berbuah jadi sesuatu padahal apa yang kamu rasa itu sama dengan dahulu hanya beda dengan siapa kamu merengkuh. Atau senyum dulu yang kamu anggap paling indah padahal sama dengan yang lainnya, sekedar lesungkan bibir, hanya saja otakmu yang teracuni cinta. Selalu ada awal untuk segala, begitu juga dengan patah hatimu di masalalu, kamu anggap terperih tapi kamu tak jera ulang rasanya jatuh hati sekali lagi bahkan lagi-lagi. Harapmu pasti sama dengan isi kepalaku saat memulai semua; tak lagi jatuh dan mau cinta baru ini tak lagi sama dengan yang kemarin.
Aku terlalu terburu-buru artikan semuanya itu bukan cinta semu, dengan keyakinan bahwa masa ini cintaku akan lebih baik. Aku salah, jauh terlampau salah. Saat terakhir lihat kamu tanpa ucap selamat tinggal, jadi bayang lalu hilang.
Kenyataan pahit yang harus lagi-lagi aku teguk, sendu yang entah sudah berapa kali harus aku kecap. Terlebih berapa kali airmata pecah buncah di wajah karna kantung mendung di bawah mataku tak lagi mampu menjaga agar tak lagi-lagi tumpah.

Sesekali aku mampu tersenyum hanya mampu dari sini saja lihat wajah dari monitor kaca. Dahulu yang indah tanpa pikirkan akhir yang entah. Seperti hari ini, dingin pagi yang aku lewati sendiri, nanti juga berakhir dengan pekat malam yang paling sunyi biarkan raga terlelap dalam alunan ninabobomu dalam imaji.

Kamis, 15 Agustus 2013

15 Agustus 2013, Happy Birthday Reza.

Teruntuk, kamu.
Bulan Agustus. Tepat tanggal 15, mengulang hari lahirmu. Selamat berulang tahun. Selamat berkurang umur. Dan selamat berbahagia. “Happy birthday to you. Be good be better, nothing but the best for you. Maha amin untuk semua harapannya. God Bless You”.
I miss you so much.
Entah sampai detik terakhir hari ulang tahunmu, aku masih belum punya berani lebih mengatakannya langsung padamu. Aku takut mengganggu bahagiamu, terlebih aku takut kamu makin menjauh. Makin jauh. Maaf aku tak bisa membalas apa yang kamu beri di hari ulang tahunku kemarin, kejutan kecil. Doaku tak pernah lepas darimu sejak awal kita saling mengenal, sampai saat ini. Bahagia selalu ada padamu. Amin.
            Banyak doa dalam pekat dingin bengis malam ini, terlebih tentang apa-apa yang jadi bahagiamu. Aku berusaha itu pun jadi bahagiaku. Apapun itu. Semoga.
            Semoga Tuhan menyertaimu, kapanpun dan dimanapun. Semoga Tuhan jaga tiap langkah dan perjalananmu. Semoga Tuhan beri apa-apa yang terbaik untukmu. Semoga Tuhan hapus beberapa tangis dan sendu di sesekali harimu, ubah jadi lesung senyum dan tawa paling indah yang pernah aku jumpa. Semoga Tuhan bahagiakanmu dengan siapapun kamu di sana. Semoga Tuhan bahagiakanmu dunia dan akhirat. Tuhan memberkatimu.
            Terakhir, kalau-kalau Tuhan sempat sampaikan bahwa aku sangat merindukanmu. Amat merindumu. Masih namamu yang aku sebut dalam doa panjang tiap malam, terkhusus untuk malam ini maha Amin yang pecah dalam airmata. Maha amin untuk tiap doa baik.

            Sekali lagi. Selamat ulang tahun, za. Miss you so much.

Rabu, 07 Agustus 2013

Teruntuk, Kamu (Part III)

Seandainya cinta tak datang lebih dulu, mungkin tak akan sesendu ini tanpamu. Hanya mampu lipat rindu taruh dalam lemari, lalu sebagian lagi aku kemasi rapi dalam peti sebelum dikremasi.
Seandainya kamu datang tanpa pesonamu dulu, mungkin hati tak akan selebam ini. Menahan sakit merindu sesekali ngilu. Bukan haru biru, tanpa haru tinggal biru.
Seandainya kita tak ditakdirkan bertemu. Mungkin kini di sepanjang hari tak aku dalami rutinitas merindumu. Dadaku tak terisi kepulan rindu, lapang. Tak ladeni ocehan-ocehan rindu jalang. Tak lagi menunggu kamu pulang, duduk terpaku di depan pintu.
Termangu aku menopang dagu menunggu, kepalaku berat penuh kamu. Tak jauh beda dengan hatiku, sesak dikerubuti rindu keparat. Sumpahku mereka mati satu persatu, sekarat. Seharusnya ku siapkan belati sebelum mereka hadir lebih banyak lagi.
Bersahabat dengan dingin bengis, memeluk diri sendiri lalu terbiasa menikmati sendu. Ingat sebidang dada, tempat aku dulu pernah rebahkan kepala, lupakan beberapa resah, lepas lalu tertawa. Ingat sepasang lengan, yang dulu tak bosan menguatkan. Ingat seruas kecup di kening, sesekali di tengkukku, yakinkan dulu di setiap nafasmu pun kamu menyayangiku. Dulu tak sesesak ini kalau rindu sedang bertamu. Sebelum semuanya berubah.

Sedang ada kisah baru yang kini kamu jalani. Dengan pilihanmu di sana. Aku patah hati lagi, pada satu lelaki yang dulu buatku berulang jatuh hati. Aku tak benar-benar meninggalkan, perhatikanmu dari lain sisi, berharap salah satu doa baikku terkabul hari ini. Aku bahagia dengan bahagiamu. Akan datang suatu masa, aku berhenti perhatikanmu dari sisi ini, menoleh ke lain arah berjalan menjauh membelakangi.

Selasa, 06 Agustus 2013

Teruntuk, Kamu. (Part II)

Ingatanku sudah jengah hadirkan kembali semua kenangan dulu. Isi kepalaku pun, sudah hampir bosan teringat apa-apa saja tentangmu. Tapi tak pernah berhenti mereka putar kembali semua memori yang ada kamu.
Terlepas dari aku yang masih merindu, mungkin di sana sekedar ingat pun kamu enggan. Ada satu malam, bulan berbisik padaku dia menanyakan kemana perginya Tuan yang aku cinta yang dulu sering aku ceritakan padanya. Aku hanya menjawab kalau Tuan itu sedang berlayar lalu mati tenggelam. Tuannya itu kamu. Aku harap itu segera jadi kenyataan, kamu lekas pergi jauh dari ingatan. Semoga. Amin.
Redam perlahan rindu yang menggebu, usap dada cemburu agar reda tak lagi memburu. Boleh sebentar aku lihat dan masuk ke pedalaman hatimu, cari makam cintaku dulu, ingin kembali aku ziarahi tanpa sendu. Akan aku bawa beberapa kamboja bersama beberapa doa baru yang akan aku eja. Tak lupa bawa mawar, mengenang dulu cintaku mati kehabisan penawar.
Selasar demi selasar teras aku temui beberapa anak rindu hampir mati lemas. Anak rindu mana yang mampu terus menahan. Menunggu Tuannya datang lagi beri rengkuhan. Sebagian anak rindu memilih bunuh diri berdiri di bawah hujan menangis tapi tak mengais. Memilih lebih rela dulu mati kedinginan dalam pekat yang dibawa malam.
Boleh kusebut ini sebagian puisiku, puisi patah hatiku. Pernah karna kedatanganmu puisi patah hatiku temui jalan buntu. Dibutakan cinta baru, cintamu katanya. Serpihan hati yang aku susun kembali hati-hati, kutitipkan padamu. Malah kamu kembalikan tak utuh lagi, berserakan.
Mungkin cintaku salah alamat, esok hari akan aku jemput dengan keranda mayat. Karna aku yakin ia tak mungkin ku temui selamat. Tuhan tiupkan nyawanya itu kamu. Lalu kamu pergi, bagaimana dia mampu lagi untuk bertumpu?
Mungkin rinduku salah tujuan, esok hari akan aku jemput ketika hujan. Karna aku ingin samarkan tangisnya di balik hujan. Tuan yang pertama kali ia lihat itu kamu. Lalu terpisahkan, bagaimana dia mampu tersenyum tulus tanpa beban?

            Pikiranku sudah kelelahan, menghitung seberapa jauh jarak yang buat kita tak lagi berjumpa. Atau menghitung seberapa lama waktu kita tak saling menyapa. Apalagi hati, simpan rapat-rapat tangis dalam peti, rawat baik-baik rindu dalam laci. Satu lagi harap baru, datang satu hari dimana hati tak lagi merindu. Lalu kepala yang mulai melupa, pudarkan satu-satu ingatan bahkan namamu dalam setiap rapalan doa. Semoga.


Rabu, 7 Agustus 2013

Teruntuk, Kamu.

Kamu yang sudah bahagia. Kamu yang sudah temukan pasangan barumu. Aku masih saja berkutat dengan ingatan kita dulu, keparatnya rinduku masih belum juga berjumpa temu. Kamu lihat airmataku? Kamu tahu aku merindu?
Aku saja yang terlalu banyak merajut banyak asa dalam anganku. Jahit beberapa ingin dalam kalbuku. Aku hanya berharap Tuhan kabulkan semua pinta yang sudah lama berdiri. Tanpa harus ku hapus satu-satu dari awal lagi. Tapi Tuhan malah berkata bukan saat ini.
Lalu kapan Tuhan? Datangnya satu hari kita berdiri bersama. Satukan genggaman mulai saling membahagiakan diri. Aku berjanji kalau suatu nanti datang lagi hari ia ingin pergi, aku tak akan hanya berdiam diri lagi. Yakinkan satu persatu yang telah dititi. Ingatkan detik seperdetik waktu yang telah terlewati. Walau akan ada satu titik, aku harus berhenti.
Aku lelah. Banyak alasan yang menyuruhku menyerah. Aku hanya tahu caranya berpasrah. Bak air hujan yang ikhlas bertumpah jatuh ke tanah. Aku begitu, hanya mampu tundukkan kembali lalu berserah lagi. Peduli setan dengan kata-kata mereka menyuruhku usaikan di sini. Terlalu tinggi aku gantungkan harapku akanmu, terlalu banyak ingin dalam angan yang kutitipkan padamu.
Hati bahkan rindu, aku harap lekas mati layu. Hilang begitu saja, tak ingat lagi kamu. Atau berharap akan ada satu temu.
Langit-langit ruangku sedang adakan pertunjukan. Peran bahkan dialognya persis seperti kita dulu. Langit-langit Tuhan pun tak hadirkan bintang, walau hanya satu.  Tuhan lupa lagi belikan mainan baru. Rautnya terlihat sendu. Pun sama kurasa dengan hatiku. Tangis gugur satu persatu. Kuatku tak sama dengan yang kukira waktu itu.
Tuhan sudah kabulkan doaku “Semoga kamu bahagia di sana dengan siapapun pilihanmu”. Seharusnya Tuhan tahu bahwa aku tak setangguh itu. Tuhan mengajakku bercanda, buat lelucon aminkan lalu kabulkan ucapku yang satu itu.
Ajarkan aku caranya menyerah, Tuhan. Hilangkan angan yang sudah rapi kusimpan satu-satu. Lenyapkan ingin yang kuhidupi setiap satuan waktu. Terakhir, rapikan isi kepalaku yang semakin rancu.

Kuhapus harapku kemarin, rindu yang kuutus tuntun kamu agar cepat ingat jalan pulang. Kuenyahkan kata amin dalam doa temuku, meski sia-sia tulus yang datang dalam airmata yang pernah  berlinang. Pudar satu-satu lalu hilang.


Rabu, 7 Agustus 2013