Teruntuk,
kamu.
Sudah
berapa hari aku lupa menulis ini, melupakan lebih tepatnya. Tulisan yang bisa
disebut juga Unsent Letter. Berlebihan
memang. Apapun yang terlewat denganmu itu memang berlebihan bahagianya. Aku saja
yang terlalu hebat mengingat, tiap detail kamu belum juga lepas. Apa-apa saja
yang terlewat dan apa-apa saja yang tertinggal. Hatiku belum seutuhnya aku
ambil sebelum pergi. Mungkin sudah kamu taruh gudang atau malah sudah kamu
buang?
Ah,
harusnya Tuhan beri penyakit baru, alergi kenangan padaku. Tuhan tak
menciptakan penyakit tanpa penyembuhnya bukan? Kalau-kalau saja ada penyakit
seperti itu, sudah aku tenggak habis obatnya. Bukan lagi kenyataan pahit yang
aku telan bulat-bulat.
Aku
lupa lagi menanyakan apa kabarmu hari ini. Hey, apa kabar? Pasti baik-baik saja
apalagi sekarang dengan cinta barumu. Belum habis doa yang terlantun dalam
heningku untukmu. Untung Tuhan tidak pilih kasih, aku memang buat seorang yang
taat ibadah tapi aku yakin Tuhan tak tuli meskipun hanya samar-samar doaku
terdengar. Aku sedang menunggu Tuhan bosan mendengar doaku untukmu yang itu-itu
saja, lalu sebut Amin dan terkabul! AMIN.
Menghapus
doa agar kamu dengannya tak lama itu kurasa lebih mudah daripada menjadikan
nyata doaku agar kamu mencintaiku lebih lama. Jadi pendoa yang setia itu masih
jadi kebiasaanku, merindu pun. Aku bosan mengingat, kamu yang lagi-lagi
teringat. Cara kamu tersenyum, belum kutemui lagi setelahmu senyum semanis itu.
Caramu tertawa, belum kutemui lagi yang seriang itu sehabis kamu. Caramu bercerita,
apalagi perihal ceritamu aku rindu mendengarkan. Sekarang siapa yang kamu
ceritakan kesehariaanmu atau bahkan cerita di masa lalumu? Ah sudah tak penting
siapa, yang pasti siapapun dia aku cemburu, seorang yang mampu sedekat itu
denganmu. Bahkan caramu menyetir, ah aku ingat liburan itu, lebih dari 24 jam
bersamamu, menyenangkan. Caramu menjaga, caramu memeluk, caramu buat nyaman, ah
semuanya yang ada padamu itu aku rindu.
Aku
terlalu banyak mengingat sehingga ada saja yang terlupa. Kata-kata mereka yang
menyuruhku Move On. Aku sudah
menemukan cara jitu untuk melupakanmu yaitu dengan tidak mencari cara untuk
melupakanmu. Aku biarkan saja rindu ini lahir, tetap aku jahit tiap doa baik untukmu
sampai akhir. Tak peduli dengan perkara nanti akan jadi apa atau seperti apa,
setidaknya Tuhan tahu semua yang terbaik untukku. Aku hanya ingin kamu kembali
lagi sewaktu-waktu, tak munafik itu inginku. Meski bukan untuk mengulang semua yang
pernah ada tapi untuk memulai dari awal lagi.
Aku hanya menganggap
kamu pergi bukan hilang.