Aku kembali teringat tentang pertanyaanku di
senja itu.
“Dia bagimu itu apa?” Kamu jawab “Segalanya”.
Ah kamu tahu ada yang sedang menancapkan belati
tepat di jantungku,
mencabut nadi di tangan sebelah kiriku,
lalu ada cinta pun yang ikut menertawakanku.
Kamu segalanya bagiku. Namun tak begitu di
nyatamu.
Aku patah hati lagi, berulang. Saat kamu jatuh
hati pada orang seberuntung dia.
Aku cemburu.
Seandainya mencintai semudah tiup
lilin di hari lahirku.
Aku sudah melakukannya jauh-jauh
hari.
Mencintai kamu yang mencintaiku.
Tuhan belum izinkan aku kembali jatuhkan
hati pada orang berbeda beberapa masa ini.
Masih dia yang jadi candu di tiap
ingatan bahkan kujadikan alasan kuucap amin di sepertiga malam.
Sayang, pernyataanmu salah.
Dia tak merasa seberuntung itu
memilikiku.
Apalagi dengan Nonanya sekarang, yang
lebih segala.
Aku cemburu.
Aku cemburu.