Minggu, 15 Februari 2015

Masa Lalu


Malas sekali kalau tetiba ingatan tentang kau datang penuhi kepala. Penuh sekali kalau tetiba ingatan tentang kau datang lalu lalang dalam pikiran.
Puan, maaf kalau aku lancang menulis surat ini untukmu. Karna bukan sekali kau datang hantui kepalaku, lebih menyebalkan dari nyamuk yang diam-diam menghisap darahku. Kau lebih menyebalkan dari itu.
Entah pahit atau manis kau pernah bersama, buat satu alur cerita. Entah sudah berapa angan yang jadi sekadar ingin, sudah berapa rencana yang malah satu-satu jadi wacana. Aku seharusnya tak peduli perkara itu. Tapi kali ini kau datang dalam kepalaku tak tahu lewat mana membawa takut lebih dari dua. Kekhawatiran yang tak masuk logika.
Puan, kau pernah jadi satu-satunya perempuan yang dicintainya. Kau adalah cinta yang baik-baik pernah dijaganya. Kau tahu bukan? Pasti tahu. Aku dahulu hanya ada jadi selingan dalam cerita kalian, bukan, bukan sebagai perusak. Aku tak pernah terfikir bahwa lelakimu sekarang malah jadi lelaki yang memang aku butuhkan, yang paling aku cintai setelah ayahku.
Seharusnya aku tak peduli perihal sesiapa di antara kalian yang putuskan untuk berhenti. Berhenti menuliskan cerita indah dengan alur paling bahagia yang pernah ada. Seharusnya aku malah ucap puji paling pujian untuk itu. Karna sebab itu aku dipersatukan dengan lelakimu yang sekarang jadi lelakiku.
Puan, ketahuilah, keberadaanmu yang jadi masa lalu lelakiku masih saja membuat cemburu paling api. Kau sudah jadi perempuan yang lebih dulu memiliki peluk yang jadi tempat paling tenang kesukaanku sekarang. Pernah semalaman suntuk kamu datang bawa satu, dua bahkan lebih dari tiga ketakutanku akanmu, perihal kau yang datang lagi bawa harap bahkan rencana yang pernah kalian susun bersama. Perihal tawaran memilin bahagia lagi dari awal. Perihal janji yang pernah lelakiku ucap padamu.
Kuberitahu lagi padamu, Puan. Segala takut datang bukan karna mauku, tapi sebab kecintaanku padanya. Segalamu pernah lebih dulu ada dalam semestanya. Kejutan di hari ulang tahunnya, kecupan manis pada bibirnya, segala damai yang kau beri dalam setiap pelukan. Kau lebih dulu, aku terlambat. Dan tentu saja aku cemburu, perempuan paling cemburu padamu saat ini.
Puan, segala harapku kini, semoga saja aku tak terlambat ada dalam rentetan masa depannya. Semoga pun kau bahagia dengan semesta dan duniamu kini, tak lagi datang dengan perkara-perkara yang kusebut tadi. Atau kalaupun kau datang, kau datang untuk melihatku dengan lelakiku duduk dalam bahagia yang ranum, selama dan seterusnya.
Puan, maaf. Kalau-kalau kini aku sangat mengikat lelakimu yang kini jadi lelakiku. Aku sangat mencintainya, sama cintanya dengan aku pada diriku sendiri.
Puan, terima kasih pernah dan sudah menjaga lelakimu yang kini jadi lelakiku, baik-baik dalam lembar lalumu.
Puan, berbahagialah. Aku tak akan cemburu denganmu kalau kini kau dapati yang lebih dari lelakimu yang kini jadi lelakiku. Karna sebagaimana ia saat ini, sudah dan sangat cukup melengkapiku.

Tertanda,

Perempuan yang Jadi Sekarang Lelakimu Dulu

2 komentar: