Aku
lupa rasanya jatuh cinta. Sepeninggal sebuah rasa nyaman dan aman yang jadi
satu dalam dada. Serasa sesak menyergap membunuh semua harap mentah-mentah,
memaksa kutelan nyata bahwa ini hanya sekadar pernah ada.
Aku
lupa rasanya jatuh cinta. Sepeninggal peluk paling hangat selepas hujan dingin
akhir November kemarin. Lenganmu tak
lagi menyuruhku lelap pasrah ke dalamnya, kini hanya jadi sepasang hal yang aku
rindu kedatangannya.
Aku
lupa rasanya jatuh cinta. Sepeninggal senyummu berubah jadi semburat racun
paling mematikan. Melihatnya pun mungkin sekarang aku tak mampu. Hatiku bukan
sekadar perih hampir hancur lebih dari dua.
Aku
lupa rasanya jatuh cinta. Sepeninggal kepalaku kehilangan dadamu. Dadaku kehilangan
punggungmu. Tempatku pernah taruh dan sembunyikan doa dalam-dalam pada
kebersamaan kita.
Aku
lupa rasanya jatuh cinta. Sepeninggal lampu temaram kota yang iri dengan
genggaman kita. Jalan lenggang yang tak ada lagi langkah kita. Sepasang mata
penuh tatap bertabur cinta. Atau goresan tinta kisah paling manis berakhir
miris.
Aku
lupa rasanya jatuh cinta. Semenjak kantukku tak mudah datang, meski sudah
seperempat malam kuangkat tangan rapalkan banyak doa, yang bohong tak ada
namamu di setiap rapalnya. Bahkan beberapa derai airmata. Dadaku perih sakit
meringis.
Aku
lupa rasanya jatuh cinta. Sejak kakiku kehilangan arah. Sejak aku kehilangan
rumah. Kamu rumahku, dan masih jadi tetap rumahku sampai saat ini. Tempat yang
selalu kurindukan pulang, tempat aku hadiahi peluk dengan banyak rindu jalang.
Aku
lupa rasanya jatuh cinta. Rasanya dijatuhi cintamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar