Pertama kali, aku mau
minta waktu sebentar untuk sekadar membagi tanya pada Tuhanku, pun Tuhan
Ayahku. Boleh? Semoga dipersilahkan. Tuhan, maaf jika aku menganggu sebentar
waktuMu yang kutahu banyak sekali doa yang menunggu pengabulan di meja kerjaMu. Aku minta
izin titip Ayah yang padahal itu adalah milikMu, aku amat menyayangi entah semasa
hidup atau sekarang sudah bersandar damai di surgaMu. Mohon penjagaan terbaik
di sana, Tuhan. Terima kasih waktunya.
Ayah, apa kabar?
Baik-baik saja bukan di sana? Aku titip surat ini pada pos cinta yang aku tahu
mana mungkin sampai rumahmu di surga sana. Setidaknya aku sedikit mampu luapkan
rindu yang menggebu setelah terakhir kau harus diurus anakmu yang juga saudara
tiriku dan tinggal di Bogor sana. Sampai terakhir kau menghela nafas terakhir
atau bahkan melihatmu kali terakhir berbalut pakaian putih terakhir pun aku tak
tahu.
Ayah, kau
menyayangiku, kan? Pasti sangat menyayangiku, aku yakin itu. Dirawat, dimanja
sampai kelas 3 SMP itu amat berat dan bukan jalan lurus tanpa bebatuan saja
yang sudah kau lewati bersama ibuku. Kau hebat, memilih istri ibuku yang banyak
sekali sabar tumbuh rindang di dadanya. Meladeni keras kepalaku yang melebihi
keras kepalamu, mungkin. Aku dididik jadi anak yang kuat sampai saat ini.
Ayah, kau bahagia
tidak punya anak seperti aku? Entah, aku tak tahu jawabannya. Setidaknya aku
tahu kau sangat mencintaiku. Memanjakan segala pintaku, segala rengek bocah
dari nakalnya ragaku. Kau belum sempat lihat aku lulus SMP, SMA, bahkan lulus
Diploma 3. Bangga tidak, yah? Seandainya bahagiaku mampu aku bungkus kado
berpita merah jambu pasti sudah aku hadiahi itu untukmu ayah, kubawa serta
nanti saat aku berkunjung lagi ke makammu.
Ayah, 3 hari lagi
tepat sudah 8 tahun 3 bulan kau pergi. Betah sekali kau di sana.
Ayah, Tuhan amat baik
bukan? Mata air mana saja yang sudah kau cicipi di sana? Ada berapa bidadari
yang menemanimu setiap hari? Aku yakin kalau ibu tahu ia pasti cemburu sekali.
Ayah, kalau-kalau kau
ada waktu aku minta satu pinta. Coba sekali datang ke dalam mimpi yang seakan
nyata, memelukku lagi. Sekaligus mohon waktu yang lebih lama pada Tuhan, agar
rindu sesak di dadaku sedikit terobati, meski sekadar mimpi. Aku sangat
berterima kasih kalau-kalau kau sudi.
Ayah, aku amat sangat
merindumu. Ada yang lebih keras dari sikapmu dulu padaku, tangis diam dengan
airmata paling deras itu ada setelah kepergianmu. Kau bukan hanya pergi, tapi
juga hilang.
Ayah, gadis kecilmu
ini tetap jadi gadis kecilmu dulu. Dengan banyak rayuan manja, dengan banyak
rengekan pinta di bibirnya.
Ketahuilah ayah, aku
simpan rapi rindu ini, aku bingkai banyak cerita yang akan aku ceritakan nanti
saat Tuhan menjatuhkan amin pada permintaan temuku denganmu.
Ayah. Aku sangat
merindumu. Baik-baik di sana, yaa.
Tertanda,
Gadis Kecilmu Dengan
Banyak Rindu di Dadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar