Sabtu, 01 Februari 2014

Teruntuk Ayah yang Telah Damai di SurgaNya

Pertama kali, aku mau minta waktu sebentar untuk sekadar membagi tanya pada Tuhanku, pun Tuhan Ayahku. Boleh? Semoga dipersilahkan. Tuhan, maaf jika aku menganggu sebentar waktuMu yang kutahu banyak sekali doa yang menunggu pengabulan di meja kerjaMu. Aku minta izin titip Ayah yang padahal itu adalah milikMu, aku amat menyayangi entah semasa hidup atau sekarang sudah bersandar damai di surgaMu. Mohon penjagaan terbaik di sana, Tuhan. Terima kasih waktunya.
Ayah, apa kabar? Baik-baik saja bukan di sana? Aku titip surat ini pada pos cinta yang aku tahu mana mungkin sampai rumahmu di surga sana. Setidaknya aku sedikit mampu luapkan rindu yang menggebu setelah terakhir kau harus diurus anakmu yang juga saudara tiriku dan tinggal di Bogor sana. Sampai terakhir kau menghela nafas terakhir atau bahkan melihatmu kali terakhir berbalut pakaian putih terakhir pun aku tak tahu.
Ayah, kau menyayangiku, kan? Pasti sangat menyayangiku, aku yakin itu. Dirawat, dimanja sampai kelas 3 SMP itu amat berat dan bukan jalan lurus tanpa bebatuan saja yang sudah kau lewati bersama ibuku. Kau hebat, memilih istri ibuku yang banyak sekali sabar tumbuh rindang di dadanya. Meladeni keras kepalaku yang melebihi keras kepalamu, mungkin. Aku dididik jadi anak yang kuat sampai saat ini.
Ayah, kau bahagia tidak punya anak seperti aku? Entah, aku tak tahu jawabannya. Setidaknya aku tahu kau sangat mencintaiku. Memanjakan segala pintaku, segala rengek bocah dari nakalnya ragaku. Kau belum sempat lihat aku lulus SMP, SMA, bahkan lulus Diploma 3. Bangga tidak, yah? Seandainya bahagiaku mampu aku bungkus kado berpita merah jambu pasti sudah aku hadiahi itu untukmu ayah, kubawa serta nanti saat aku berkunjung lagi ke makammu.
Ayah, 3 hari lagi tepat sudah 8 tahun 3 bulan kau pergi. Betah sekali kau di sana.
Ayah, Tuhan amat baik bukan? Mata air mana saja yang sudah kau cicipi di sana? Ada berapa bidadari yang menemanimu setiap hari? Aku yakin kalau ibu tahu ia pasti cemburu sekali.
Ayah, kalau-kalau kau ada waktu aku minta satu pinta. Coba sekali datang ke dalam mimpi yang seakan nyata, memelukku lagi. Sekaligus mohon waktu yang lebih lama pada Tuhan, agar rindu sesak di dadaku sedikit terobati, meski sekadar mimpi. Aku sangat berterima kasih kalau-kalau kau sudi.
Ayah, aku amat sangat merindumu. Ada yang lebih keras dari sikapmu dulu padaku, tangis diam dengan airmata paling deras itu ada setelah kepergianmu. Kau bukan hanya pergi, tapi juga hilang.
Ayah, gadis kecilmu ini tetap jadi gadis kecilmu dulu. Dengan banyak rayuan manja, dengan banyak rengekan pinta di bibirnya.
Ketahuilah ayah, aku simpan rapi rindu ini, aku bingkai banyak cerita yang akan aku ceritakan nanti saat Tuhan menjatuhkan amin pada permintaan temuku denganmu.
Ayah. Aku sangat merindumu. Baik-baik di sana, yaa.


Tertanda,

Gadis Kecilmu Dengan Banyak Rindu di Dadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar